JAKARTA — Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) triwulan I 2021 berada dalam kondisi normal di tengah pandemi Covid-19 yang masih berlanjut. Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia (BI), Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menegaskan komitmen Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk terus memperkuat sinergi guna menjaga SSK dan momentum pemulihan ekonomi dalam Rapat Berkala KSSK II tahun 2021 pada Jumat (30/04) melalui konferensi video.

Membaiknya prospek pemulihan ekonomi global dibayangi oleh meningkatnya kembali kasus Covid-19. Tren penguatan kinerja perekonomian global berlanjut di awal tahun 2021, tercermin dengan menguatnya Purchasing Managers’ Index (PMI) serta meningkatnya pertumbuhan volume perdagangan global dan harga komoditas. Progres pelaksanaan vaksinasi global, khususnya di sejumlah negara maju juga mendorong optimisme pemulihan ekonomi yang lebih cepat. World Economic Outlook (WEO) IMF bulan April 2021 merevisi ke atas proyeksi pertumbuhan global 2021 dari 5,5% menjadi 6,0%. Namun demikian, optimisme tersebut juga dibayangi dengan melonjaknya kembali kasus Covid-19 global.

Arah pemulihan ekonomi domestik terlihat sejalan dengan menurunnya kasus Covid-19 yang didukung oleh perkembangan program vaksinasi. Hingga Maret 2021, sejumlah indikator dini ekonomi menunjukkan arah perbaikan. Data PMI yang telah berada pada zona ekspansi terus melanjutkan tren penguatan, sementara kinerja ekspor terus membaik, inflasi terkendali pada level yang relatif rendah, sedangkan cadangan devisa mencapai USD137,1 miliar atau setara dengan 10,1 bulan impor. Progres vaksinasi juga berjalan cukup baik, dengan jumlah dosis vaksin yang diberikan mencapai 20 juta per 30 April 2021.

Momentum penguatan kinerja ekonomi domestik terutama ditopang oleh berlanjutnya kebijakan fiskal countercyclical dalam APBN 2021. Defisit APBN 2021 direncanakan pada level 5,70% PDB. Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) berlanjut di tahun 2021 dengan anggaran yang lebih besar mencapai Rp699,43 triliun dan penyempurnaan desain implementasi sejumlah program agar berjalan lebih cepat dan efektif dalam mendorong percepatan pemulihan ekonomi. Fokus utama tentu saja tetap pada penanganan kesehatan, termasuk untuk mendukung program vaksinasi. Selain itu, penguatan reformasi struktural juga dilakukan untuk mendorong pertumbuhan potensial jangka panjang yang berkelanjutan dan berdaya tahan.

Peran sentral APBN dalam mendorong pemulihan ekonomi tercermin dari kinerja APBN 2021. Realisasi belanja negara pada Q1 2021 tercatat tumbuh 15,61% (yoy), terutama didorong oleh kenaikan belanja barang untuk pelaksanaan vaksinasi dan bantuan pelaku usaha, belanja modal untuk infrastruktur dasar dan infrastruktur konektivitas, serta bantuan sosial dalam rangka program PEN. Kinerja pendapatan negara tetap terjaga, tumbuh positif 0,64% (yoy). Defisit APBN tercatat sebesar Rp144,2 triliun atau 0,82% terhadap PDB.

Bank Indonesia melanjutkan bauran kebijakan yang akomodatif untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional. Dari sisi kebijakan moneter, BI mempertahankan kebijakan suku bunga rendah dengan mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI-7DRR) di level 3,50%. BI juga terus melakukan triple intervention untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah sesuai fundamental dan mekanisme pasar. Dari sisi kebijakan makroprudensial, BI mempertahankan kebijakan makroprudensial yang akomodatif dengan mempertahankan rasio Countercyclical Buffer (CCB) sebesar 0%, rasio Penyangga Likuiditas-Makroprudensial (PLM) sebesar 6% dengan fleksibilitas repo sebesar 6%, serta rasio PLM Syariah sebesar 4,5% dengan fleksibilitas repo sebesar 4,5%.

Disamping itu, untuk mendorong intermediasi perbankan, BI memperkuat kebijakan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM), melonggarkan ketentuan LTV untuk KPR menjadi 100% dan uang muka Kredit Kendaraan Bermotor menjadi 0%; serta mendorong penurunan suku bunga kredit melalui transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK). Dari sisi kebijakan Sistem Pembayaran, BI memperpanjang masa berlaku kebijakan pricing SKNBI, memperkuat kebijakan QRIS untuk akselerasi digitalisasi ekonomi dan keuangan yang inklusif dan efisien, memastikan dukungan layanan sistem pembayaran dan pengelolaan uang Rupiah dalam menghadapi Hari Raya Idul Fitri; serta memfasilitasi promosi perdagangan dan investasi serta sosialisasi penggunaan Local Currency Settlement (LCS).

Di tengah pandemi yang masih berlanjut, rasio prudensial sektor keuangan yang berperan penting terhadap stabilitas sektor keuangan tetap terjaga dengan baik. Hingga Maret 2021, perbankan masih menunjukkan kondisi permodalan yang kuat dengan Capital Adequacy Ratio (CAR) berada pada level 24,18%, gearing ratio industri pembiayaan di level 2,03 kali, serta Risk-Based Capital (RBC) industri asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing jauh di atas threshold.

Kecukupan likuiditas perbankan juga terjaga tercermin dari AL/NCD dan AL/DPK per 21 April 2021 sebesar masing-masing 162,69% dan 35,17% yang berada di atas threshold. Dana Pihak Ketiga (DPK) masih menunjukkan pertumbuhan tinggi sebesar 9,50% (yoy). Kredit perbankan masih dalam zona kontraksi sebesar 3,77% (yoy) karena base effect yang tinggi pada periode yang sama tahun sebelumnya, namun mulai menunjukkan pertumbuhan positif secara mtm sebesar 1,43% atau tumbuh sebesar 0,27% (ytd). Risiko kredit Non-performing Loan (NPL) gross membaik menjadi 3,17% dibandingkan bulan sebelumnya.

Di sisi lain, Non-perfoming Financing (NPF) perusahaan pembiayaan juga membaik ke level 3,74%. OJK tetap fokus memperkuat pengawasan dan surveillance secara terintegrasi guna mendeteksi potensi risiko terhadap SSK dan terus mendorong upaya kebijakan yang preemptive dan forward looking untuk membantu percepatan pemulihan sektor riil dan perekonomian secara keseluruhan serta menjaga momentum penguatan ekonomi.

Untuk mendukung percepatan pemulihan ekonomi nasional, LPS menurunkan Tingkat Bunga Penjaminan (TBP). Per Maret 2021, penjaminan LPS mencakup 99,92% dari total rekening atau 50,15% dari total nominal simpanan. Pada tanggal 22 Februari 2021, LPS telah menurunkan Tingkat Bunga Penjaminan (TBP) simpanan Rupiah pada Bank Umum dan BPR masing-masing 25 bps menjadi 4,25% dan 6,75%. TBP untuk simpanan valuta asing pada Bank Umum juga diturunkan sebesar 25 bps menjadi 0,75%.

Kebijakan ini bertujuan untuk mendorong penurunan biaya dana (cost of fund) perbankan agar suku bunga kredit menjadi turun untuk mendorong pertumbuhan kredit. Melanjutkan kebijakan relaksasi sebelumnya, seperti relaksasi pengenaan denda atas keterlambatan pembayaran premi oleh bank peserta penjaminan untuk memberikan tambahan ruang likuiditas bagi bank serta relaksasi penyampaian laporan berkala bank untuk mengurangi beban pelaporan bank, LPS juga menerbitkan kebijakan relaksasi penyampaian laporan data Single Customer View. Sebagai otoritas penjamin simpanan dan resolusi bank, LPS akan terus berupaya mengambil langkah-langkah strategis melalui berbagai instrumen kebijakan yang dimiliki untuk menjaga SSK dan mendorong pemulihan ekonomi nasional.

Sinergi dan koordinasi yang kuat antarlembaga di KSSK menjadi kunci dalam menjaga SSK sekaligus mendorong akselerasi pemulihan ekonomi nasional. Langkah-langkah kebijakan yang terkoordinasi dengan baik diharapkan dapat efektif menjaga SSK. Selain itu, koordinasi yang kuat dalam hal monitoring dan evaluasi terhadap implementasi Paket Kebijakan Terpadu KSSK yang telah luncurkan pada awal Februari 2021 akan terus dilakukan guna menjamin efektivitas dalam mendukung percepatan pemulihan ekonomi nasional.

Sumber: Siaran Pers Kemenkeu.go.id