MUNTOK – Dalam tiga hari terakhir, harga tandan buah segar (TBS) sawit turun drastis, saat ini telah mencapai kisaran harga Rp 2.600. Dan diketahui sebelumnya harga perkilo tetap pada harga Rp. 3.200. Hal tersebut membuat petani sawit lokal mengeluh.

Menanggapi hal itu, Kabid Perkebunan, Dinas Pertanian dan Pangan, Kabupaten Bangka Barat, Sri Mulyono Basuki mengatakan, dengan harga seperti itu petani tidak keberatan lantaran harga tersebut dianggap masih layak.

“Kalau untuk di wilayah Kundi, Kecamatan Simpang Teritip seharga Rp 2.600 an, tapi dengan harga Rp 2.600, bagi petani masih menguntungkan,” ujarnya.

Diketahui olehnya, penetapan harga sawit, terdapat dua jenis harga yang telah ditetapkan pemerintah, antaranya harga resmi yang dikeluarkan Pemerintah Provinsi Bangka Belitung dan harga dari Plasma perkebunan.

“Harga melalui penetapan provinsi, mitra-mitra perkebunan itukan, harganya ditetapkan oleh provinsi, misalkan ditetapkan di bulan januari, maka berlaku satu bulan. Kalau untuk harga di luar penetapan, itu kan yang petani-petani mandiri, di luar plasma itu kan mengikuti pasaran dunia,” jelasnya.

Kemudian, dengan adanya dua harga yang telah diterapkan terdapat dampak positif dan negatif, termasuk jika ada lonjakan kenaikan ataupun penurunan terhadap TBS sawit sendiri.

“Kalau yang penetapan pemerintah berlaku sebulan, kalaupun turun drastis kan tidak ikut turun. Kalaupun melonjak mereka tidak melonjak, jauh dari harga satu bulan yang sudah ditetapkan itu,” katanya.

Untuk kondisi harga sawit yang sedang dalam kondisi turun ini, diungkapkan Basuki, ada pengaruh dari pembatasan ekspor Crude Palm Oil (CPO).

“Misalkan minyak dunia turun di bulan ini, baru bulan depan turunnya. Faktor turunnya, kita itu rotasi harga dunia hasil pelaksanaan harga CPO dunia, untuk Ekspor CPO sendiri berpengaruh juga,” katanya.

Sementara, salah satu petani sawit di Desa Belo Laut, Kecamatan Muntok, Sarmuji, mengeluh dengan kisaran harga sawit Rp. 2.600 per kilogram, bagi dirinya tidak menguntungkan, dengan hasil panen yang saat ini kurang memadai. Berbanding harga pupuk yang tinggi dan kurang bersahabat kepada kantong petani lokal.

“Dengan harga Rp. 2.600 per kilogram untuk saat ini, hanya pas-pasan dengan harga pupuk yang mahal, apa lagi sekarang ini kan, buah sawit masih trek (jarang-jarang, red), kemungkinan untung kalau setiap panen buah sawit sudah mulai banyak, jadi hasilnya pun banyak,” keluhnya.