NASIONAL, BERITABANGKA.COM – Kondisi ekonomi dunia belum lepas dari tekanan. Pertumbuhan global diperkirakan melambat tajam dan sejumlah negara maju bahkan mengalami tekanan kuat. Pandangan ini sama-sama dipaparkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Dana Moneter Internasional (IMF).

Sri Mulyani menuturkan bahwa ketidakpastian dari situasi perekonomian dunia kembali meningkat. Banyak negara kini tidak mampu bertahan.

“Jadi kita lihat banyak negara yang sudah tidak mampu bertahan dalam tekanan permasalahan ekonomi dunia dan gejolak ekonomi dunia,” ungkapnya dalam konferensi pers APBN Kita, Selasa (27/6/2023).

Menurutnya, hal ini terlihat dari posisi PMI Manufaktur, di mana hanya 24% negara yang mampu dikategorikan ekspansif.

“Negara yang masih posisi ekspansi dan akselerasi hanya 24% diantaranya India, Filipina, Rusia, Jepang dan Tiongkok,” jelasnya.

Kemudian sebanyak 14% dikategorikan ekspansi, yakni di antaranya Meksiko, Thailand dan Indonesia. Sementara lainnya, sebanyak 62% adalah kontraksi seperti yang terjadi pada PMI Manufaktur global.

“PMI global terkontraksi,” imbuhnya.

Tekanan pelemahan ekonomi dunia disebabkan oleh ketegangan geopolitik negara besar di dunia. Rusia dan Ukraina di mana perang masih berlanjut hingga sekarang. Selanjutnya Amerika Serikat (AS) dan China yang semakin memanas.

“Utang di banyak negara terutama emerging market maupun di negara-negara maju juga menghalangi pemulihan ekonomi,” katanya.

Dengan perkembangan ini, tren pertumbuhan ekonomi di seluruh dunia menjadi beragam. Namun, lanjut Sri Mulyani, Indonesia termasuk negara yang memiliki pertumbuhan terkuat dan persistensi tinggi.

“Kita lihat Indonesia terus menerus mempertahankan pertumbuhan di atas 5% dalam 6% terakhir di negara lain mungkin bagus tapi merosot cukup tajam pada 2023 ini,” ujarnya.

Sementara itu, IMF memaparkan bahwa pertumbuhan global diperkirakan melambat dari 6% pada 2021 menjadi 3,2% pada 2022 dan kemudian, diperkirakan akan melemah ke 2,7% pada 2023. Ini merupakan profil pertumbuhan terlemah sejak 2001 kecuali untuk krisis keuangan global dan fase akut pandemi Covid-19.

Untuk Indonesia, IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mengalami moderasi di kisaran 5% pada 2023, setelah tumbuh 5,3% pada 2022. Proyeksi ini diungkapkan IMF dalam laporan Article IV Consultation tahun 2023 yang dirilis hari ini (26/6/2023).

IMF menegaskan bahwa penurunan ini dipicu oleh lesunya permintaan dari partner dagang Indonesia. Di sisi lain, Indonesia diperkirakan akan menghadapi tekanan dari sisi permintaan domestik.

“Pemulihan permintaan domestik pada tahun 2023 juga akan menghadapi hambatan dari kebijakan konsolidasi fiskal terkini dan sikap kebijakan moneter yang lebih ketat, yang menyebabkan pertumbuhan kredit lebih lambat,” tegas IMF.

IMF melihat inflasi Indonesia diperkirakan akan kembali ke kisaran target BI pada paruh kedua tahun 2023 dan menurun menjadi 3 persen pada pertengahan 2024.

Moderasi harga pangan dan energi global dan penurunan yang jelas dalam biaya pengapalan diperkirakan akan menurunkan harga impor dan inflasi utama,” tulis IMF.

Lebih lanjut, dia mengingatkan lesunya pasar tenaga kerja Indonesia dipastikan akan meredam tekanan inflasi. Sementara itu, pengetatan baru-baru ini Kebijakan moneter diproyeksikan dapat menjaga ekspektasi inflasi tetap terjangkar dan inflasi inti tetap terjaga sekitar 3,0 persen pada tahun 2023.