TOBOALI – Proyek Pembangunan saluran irigasi bendungan Mentukul yang terletak di Desa Rias, Kabupaten Bangka Selatan jadi sorotan masyarakat setempat dan membuat Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Rias curiga. Diduga pihak pemenang proyek melaksanakan pekerjaan tersebut ingin mencari keuntungan lebih guna kepentingan pribadi.

Pasalnya, penggunaan pasir pada pembangunan dinding saluran irigasi tersebut dianggap tidak sesuai dengan golongan peruntukkan atau tidak sesuai dengan standar spek yang di setujui sebelum menang tender.

Pelaksanaan konstruksi ini dilaksanakan oleh PT. Graha Anugrah Lestari dengan nilai kontrak Rp. 18.048.811.000,- dan pelaksana konsultasi atau Supervisi yakni PT. Duta Bhuanajaya – PT. karta Indah Pramuditha dan CV. Bintang Sembilan Konsultan KSO dengan nilai kontrak Rp. 860. 317. 710 ,-.

Dengan masa pelaksanaan konstruksi selama 210 hari Kalender, masa masa pemeliharaan 180 hari kalender, yakni terhitung mulai dari 15 Januari 2024 sampai 11 Agustus 2024.

Ketua BPD desa Rias Haerudin saat di konfirmasi melalui aplikasi perpesanan mengatakan, buntut penolakan masyarakat mempunyai ke khawatiran atas penggunaan material jenis pasir yang tidak sesuai dengan pasir yang selama ini sering di gunakan di pembangunan konstruksi.

“Pasir yang di gunakan untuk pembangunan saluran irigasi ini menggunakan pasir dari lokal di Rias, atau istilahnya mereka mengeduk pasir di belakang mess bendungan Mentukul atau pasir hitam,” ujarnya, Rabu (3/4).

Sementara, untuk RAB, ia tidak mengetahui secara pasti, lantaran selama ini pembangunan di Bangka Selatan untuk penggunaan material pembangunan jenis pasir, itu jelas wajib menggunakan pasir yang sesuai standar spek dan telah di kaji oleh pihak Dinas PUPR.

Anggaran pembangunan diketahui bersumber dari pusat Kementerian PUPR yakni APBN. Teguran keras juga pernah dilayangkan oleh salah satu tokoh masyarakat setempat yakni pengurus bagian pengairan, jaringan kebersihan primer dan sekunder air juga menegur pelaksana proyek tersebut.

“Bukan itu saja, pihak pekerja pun juga turut mengiyakan bahwa kalau pasir seperti ini biasanya tidak bisa tahan lama, di khawatirkan retak nantinya atau mengurangi kekuatan bangunan,” cetusnya.

“Kemarin ada juga petani yang menyampaikan dukungan dengan tanda tangan atas pembangunan irigasi tersebut tidak sesuai materialnya, namun sampai sekarang tidak ada yang datang, entah takut karena sesuatu atau hal lainnya,” ujar Haerudin.

Berkaca pada pembangunan sebelumnya di Desa Rias kejadian serupa pernah terjadi, yakni pembangunan saluran air yang tidak jauh dari kediaman Tahang, setelah pihaknya protes atas penggunaan pasir tersebut akhirnya pelaksana proyek mengganti pasirnya.

“Jadi kami sebagai masyarakat meminta, agar atas apa yang kami protes ini bisa di tanggapi oleh pelaksana, karena masyarakat Desa Rias yang menikmati pengairan ini untuk waktu yang lama,” tandasnya.

Menanggapi perihal tersebut, Pengawas Lapangan Totol Herwanto membenarkan dan menjelaskan, alasan pihaknya menggunakan pasir tersebut ke warga setempat serta menjelaskan kepada Ketua BPD Rias.

“Kita sudah undang mereka, tetapi entah gak tahu alasannya mereka tidak datang,” ungkap Totol.

Selain itu dalih Totol menyebutkan, penggunaan pasir ini memang mungkin para pekerja maupun masyarakat belum pernah menggunakannya pasir dengan istilah kadar patinya sedikit, walaupun memang memang pengerjaan awalnya sedikit ada kesulitan, tapi hasilnya memang sesuai dengan kekerasannya.

Totol menyampaikan, pasir ini sudah di uji dan saran juga dari konsultan, mengenai warga meminta tahu surat hasil pengujian, pihaknya tidak bisa memberikan secara sembarangan untuk hasil kajian surat tersebut, pihak BPD juga harus bersurat dahulu untuk melihatnya karena ini terkait rahasia perusahaan.

“Intinya kami berusaha memberikan yang terbaik untuk warga, dan pembangunan irigasi ini sudah sesuai dengan RAB serta material penggunaannya,” elak dia. (*)