JAKARTA – Kasus dugaan korupsi PT Timah Tbk (TINS) mencuat membuat pelaku pasar menyoroti kinerja keuangan perusahaan yang merugi hingga tiga kali sejak 2015.

Melansir data laporan keuangan, selama tiga kuartal terakhir TINS tercatat mengalami kerugian bersih. Pada kuartal II/2023 TINS mencatat rugi sebesar Rp34 miliar. Rugi kian melebar pada kuartal selanjutnya menjadi Rp104 miliar. Dan, terakhir pada kuartal akhir 2023 rugi membengkak menjadi Rp362 miliar.

Lemahnya kinerja selama tiga kuartal beruntun membuat perusahaan harus menelan pil pahit merugi pada sepanjang 2023 sebesar Rp450 miliar. Nilai kerugian ini menjadi yang ketiga kali terjadi secara tahunan sejak 2015.

Dua kali kerugian lainnya pernah terjadi pada 2019 di mana perusahaan mencatatkan rugi bersih yang diatribusikan ke entitas induk sebesar Rp611 miliar. Kemudian, pada 2020 mencetak rugi sebesar Rp341 miliar.

Dalam rentang waktu 2091-2023 atau dalam kurun waktu lima tahun terakhir, TINS merugi tiga kali dan meraup laba dua kali.

Tanggapan Bos PT Timah Tbk 

Direktur Utama TINS Ahmad Dani Virsal mengatakan, rugi bersih yang dialami perusahaan pada 2023 dipicu karena menurunnya harga timah di pasar dunia, serta penurunan volume produksi bijih dan logam timah.

Dia menjelaskan, harga jual rata-rata timah pada 2023 tercatat “hanya” sebesar US$ 26.583 per metrik ton, turun 16% dari 2022 sebesar US$ 31.474 per metrik ton.

Begitu juga dari sisi produksi bijih timah, pada 2023 tercatat mengalami penurunan 26% menjadi 14.855 ton dari 20.079 ton pada 2022. Dari sisi produksi logam timah, pada 2023 produksi logam timah juga turun 23% menjadi 15.340 ton dari 19.825 ton pada 2022.

Sementara dari sisi penjualan, penjualan logam timah pada 2023 turun 31% menjadi 14.385 ton dari 20.805 ton pada 2022 lalu.

Akibatnya, pendapatan PT Timah Tbk pada 2023 anjlok 33% menjadi Rp 8,39 triliun dari Rp 12,50 triliun pada 2022. Sementara EBITDA pada 2023 anjlok 71% menjadi Rp 684 miliar pada 2023 dari Rp 2,37 triliun pada 2022.

“Penurunan harga logam dibandingkan tahun sebelumnya juga mengakibatkan pendapatan turun 33% dan kerugian pada 2023 sebesar Rp 450 miliar,” ungkap Virsal dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI, Selasa (02/04/2024).

“Pendapatan menurun karena harga jual menurun, sehingga pendapatan jomplang sekali,” imbuhnya.

Korupsi Komoditas Timah Mencuat Sejak 2015

Berbicara soal kinerja keuangan yang merugi, ini kembali menjadi sorotan setelah kasus korupsi tata niaga yang diduga terjadi sejak 2015 – 2022 mencuat.

Penindakan kasus korupsi Timah masih berjalan hingga hari ini. Komisi VI DPR menyebut ada sosok ‘mafia besar’ di balik kasus korupsi tata niaga TINS.

Anggota Komisi VI Mufti Aimah Nurul Anam menyebut nama pengusaha Robert Bonosusatya (RBS) sebagai mafia besar di balik skandal tambang timah yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 271 triliun.

Sebelumnya, kasus korupsi tata niaga TINS menjerat beberapa pihak, termasuk di antaranya suami aktris Sandra Dewi yakni Harvey Moeis dan crazy rich PIK, Helena Lim.

Direktur Utama TINS, Ahmad Dani Virsal mengungkapkan bahwa pertambangan ilegal yang dilakukan oleh para tersangka dugaan korupsi TINS merugikan perusahaan di sisi tata kelola pertambangan, dan alur bisnis yang harus dikelola dengan regulasi yang ada.

“Sebenarnya tata kelolanya ya, bukan hanya produksi tambang ilegal, tapi bagaimana flow of business pertimahan harus dikelola sesuai regulasi yang ada,” ujarnya saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (2/4/2024).

Terbaru, pada hari ini, Kamis (4/4/2024) Sandra Dewi, istri dari Harvey Moeis, mendatangi panggilan dari Kejaksaan Agung (Kejagung) sebagai saksi untuk memberikan keterangan terkait dugaan aliran dana yang disalurkan melalui bisnis bersama antara Harvey Moeis dan dirinya.

Kasus ini menjadi semakin menarik perhatian setelah Kejagung sebelumnya menyita dua mobil mewah milik Harvey Moeis, termasuk MINI Cooper dan Rolls-Royce, dalam penyelidikan kasus dugaan korupsi timah. (*)