BERITA BANGKA.COM, TOBOALI–

Bantu perekonomian ditengah pandemi COVID-19, tambang tungau jadi solusi masyarakat kampung Nelayan kecamatan Toboali untuk bertahan hidup beberapa tahun terakhir.

Meskipun aktivitas itu dianggap ilegal dan bahkan telah berulang kali ditertibkan oleh Tim gabungan aparat Kepolisian, TNI, PT Timah Tbk dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Namun setidaknya telah membantu meningkatkan perekonomian masyarakat sekaligus memulihkan ekonomi daerah di masa pandemi COVID-19 yang tak kunjung berakhir.

Karena itu, peran pemerintah dan pihak terkait lainnya sangatlah diharapkan untuk membantu para pekerja TI Tungau agar aktivitas tersebut dapat menjadi legal. Dengan demikian, para pekerja tidak lagi merasa khawatir dan ketakutan saat melakukan kegiatan penambangan pasir timah baik di pesisir laut maupun di daratan.

“Aktivitas TI Tungau di pesisir laut kampung kita ini (Kampung Nelayan) sebelum Hari Raya Idul Adha sudah mulai beroperasi,” jelas Samsul Zulhadi Ketua RT 01 Kampung Nelayan, Kelurahan Tanjung Ketapang, Toboali.

Samsul memastikan, bahwa aktivitas TI Tungau di pesisir laut kampungnya itu beroperasi tanpa dikordinir oleh siapapun. Artinya, tidak ada pengurus dan tidak ada pungutan uang sepersenpun dari hasil aktivitas penambangan tersebut. Karena itu, siapapun boleh menurunkan ponton apung dan melakukan kegiatan penambangan pasir timah di pesisir laut Kampung Nelayan.

“Sebagai Ketua RT, saya melarang tidak dan mengizin pun tidak. Kalau ada razia maka tanggung sendiri resikonya,” kata Samsul.

Samsul berharap kepada pihak terkait lainnya kalau seandainya aktivitas TI Tungau tersebut harus dilegalkan maka segera legalkanlah, sehingga para pekerja tambang bisa bekerja dengan tenang tanpa ada rasa ketakutan ditanahnya sendiri.

“Nasib para pekerja tambang harus dipikirkan. Kalau aktivitas tambang ini ditertibkan dampaknya perekonomian masyarakat jadi lumpuh. Karena sedikit banyaknya hasil dari kegiatan penambangan ini telah membantu perekonomian masyarakat dan juga memulihkan ekonomi daerah di masa pandemi COVID-19 seperti sekarang ini. Untuk itu, sangat diharapkan agar kiranya pemerintah dan pihak terkait lainnya dapat segera mencari jalan keluar dan solusi terbaik bagi para pekerja TI Tungau,” pungkas Samsul.

Samsul menjelaskan, satu unit ponton apung tersebut menghasilkan sekitar 10 hingga 15 kilogram pasir timah, dengan harga jual perkilonya saat ini berkisar Rp 200.000.

“Satu unit ponton apung terdapat 2 hingga 3 orang pekerja dari berbagai daerah di Pulau Bangka, dengan jumlah ponton yang beroperasi lebih kurang seribuan unit ponton. Pasir timah dari kegiatan penambangan ini dijual bebas,” beber Samsul.