BERITABANGKA.COM – Aktivitas penambangan ilegal di wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) PT Timah Tbk di perairan Laut Sukadamai kian marak sejak lama. Puluhan Ponton Isap Produksi (PIP) beroperasi menggunakan dokumen izin palsu, menjarah bijih timah tanpa kendali.

Mirisnya, hasil tambang dari operasi ilegal ini tidak sepenuhnya masuk ke PT Timah sebagai pemegang izin resmi. Sebagian besar bijih timah justru dialihkan ke kolektor swasta, sementara hanya sedikit yang disetorkan ke perusahaan. Praktik ini telah berlangsung selama bertahun-tahun, menimbulkan pertanyaan besar: berapa banyak kerugian negara akibat eksploitasi liar ini?

Para penambang ilegal di Laut Sukadamai diduga memanfaatkan Surat Perintah Kerja (SPK) dan Surat Izin Layak Operasional (SILO) palsu untuk menyamarkan aktivitas mereka. Dengan fotokopian dokumen yang tampak resmi, mereka beroperasi seolah-olah memiliki izin dari PT Timah.

Lebih parahnya, pengawasan terhadap WIUP PT Timah tampaknya tidak berjalan efektif. Sejumlah mitra resmi perusahaan justru menjadi celah bagi masuknya PIP ilegal. Banyak di antara mereka yang melebihi kuota izin yang diberikan, mengoperasikan lebih banyak unit dari yang seharusnya.

Menurut sumber yang mengetahui praktik ini, sebagian besar pelaku yang mengendalikan tambang ilegal ini merupakan pendatang dari luar Bangka, terutama dari Sumatera Selatan. Mereka masuk melalui jaringan tertentu dan memanfaatkan lemahnya pengawasan di wilayah ini.

Salah satu dampak utama dari maraknya penambangan ilegal ini adalah pengalihan hasil tambang ke jalur non resmi. Sumber di lapangan mengungkapkan bahwa setiap unit PIP mampu menghasilkan 20-40 kg timah per hari. Namun, dari jumlah tersebut, hanya sekitar 5 kg yang dilaporkan ke CV mitra PT Timah, sementara sisanya dijual ke kolektor timah swasta.

“Banyak ponton ilegal yang hanya menyetor sebagian kecil hasil tambangnya ke mitra PT Timah. Sisanya dijual ke pihak lain dengan harga lebih tinggi,” ujar seorang sumber yang enggan disebutkan namanya.

Praktik ini jelas merugikan PT Timah, pemerintah daerah, dan negara. Wilayah pertambangan yang seharusnya memberikan pemasukan melalui pajak dan royalti justru menjadi ladang keuntungan bagi pihak-pihak ilegal. Jika dibiarkan terus berlangsung, kerugian yang ditimbulkan bisa mencapai angka yang fantastis.

Meskipun aktivitas ilegal ini telah berlangsung lama dan diketahui banyak pihak, hingga kini belum ada tindakan tegas terhadap para pelaku. Tidak ada sanksi berat bagi penambang ilegal, baik dari aparat penegak hukum maupun dari PT Timah sendiri.

Minimnya pengawasan terhadap WIUP PT Timah juga menjadi salah satu faktor utama mengapa praktik ini terus berjalan. Seharusnya, ada evaluasi ketat terhadap mitra resmi yang terbukti melanggar aturan, termasuk mencabut izin mereka jika terbukti terlibat dalam pengelolaan PIP ilegal.

Masyarakat di Bangka Selatan berharap adanya langkah pasti untuk menghentikan penjarahan timah ini. Jika tidak segera ditertibkan, bukan hanya PT Timah yang merugi, tetapi juga ekonomi daerah dan keberlanjutan lingkungan yang semakin terancam.

Kini, semua mata tertuju pada pihak berwenang. Akankah mereka bertindak tegas, atau praktik ilegal ini akan terus dibiarkan hingga seluruh sumber daya habis terkuras tanpa manfaat bagi negara?. (*)